Waspadai Syirik di Sekitar Kita! (1/2): Hakikat Kesyirikan

بسم الله الرحمن الرحيم

Kalau ada seorang penceramah berkata di atas mimbar, “Sungguh, perbuatan syirik dan pelanggaran tauhid sering terjadi dan banyak tersebar di masyarakat kita!”, mungkin orang-orang akan keheranan dan bertanya-tanya, “Benarkah itu sering terjadi? Mana buktinya?”

Tapi kalau berita ini bersumber dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an, masihkah ada yang meragukan kebenarannya? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain).” (Qs. Yusuf: 106).

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menjelaskan arti ayat ini, “Kalau ditanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang menciptakan gunung?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah (yang menciptakan semua itu)’, (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan Allah (dengan beribadah dan menyembah kepada selain-Nya)”[1]

Semakna dengan ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ

Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar), walaupun kamu sangat menginginkannya.” (Qs Yusuf: 103).

Artinya: Mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersunguh-sungguh untuk (menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allah (dengan iman yang benar), karena mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan) nenek moyang mereka.[2]

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini dalam sabda beliau,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ

Tidak akan terjadi hari Kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala).[3]

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan, bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai datangnya hari kiamat.[4]

Hakikat Syirik

Perbuatan syirik adalah menjadikan syarik (sekutu) bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sifat rububiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang khusus bagi-Nya, seperti mencipta, melindungi, mengatur dan memberi rezeki kepada makhluk-Nya) dan uluhiyah-Nya (hak untuk disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas perbuatan syirik (yang terjadi di umat ini) adalah (syirik) dalam sifat uluhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allah bersamaan dengan (meminta) kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti menyembelih (berkurban), bernadzar, rasa takut, berharap dan mencintai.[5]

Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab menjelaskan hakikat perbuatan syirik yang diperangi oleh semua Rasul ‘alaihimussalam yang diutus oleh Allah ‘Azza wa Jalla, beliau berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para Rasul ‘alaihimussalam yang diutus oleh Allah kepada umat manusia.

Rasul yang pertama adalah (nabi) Nuh ‘alaihissalam yang diutus oleh Allah kepada kaumnya ketika mereka bersikap ghuluw (berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shalih (di kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.”[6]

Rasul yang terakhir (yaitu) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dialah yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang shalih tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah (dalam beribadah). Mereka mengatakan, “Kami menginginkan dari perantara-perantara makhluk itu untuk mendekatkan diri kepada Allah[7], dan kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya.”[8] (Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, Nabi Isa bin Maryam, dan orang-orang shalih lainnya.

Maka, Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah dibawa oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam (yaitu ajaran tauhid) dan menyerukan kepada mereka, bahwa (bentuk) pendekatan diri dan keyakinan (seperti) ini adalah hak Allah yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikitpun kepada selain-Nya, meskipun itu malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya.”[9]

-Bersambung insya Allah-

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A
Artikel www.manisnyaiman.com


[1] Dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (2/649), lihat juga kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 406).

[2] Kitab Fathul Qadiir (4/77).

[3] HR Abu Dawud (no. 4252), at-Tirmidzi (no. 2219) dan Ibnu Majah (no. 3952), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani.

[4] Lihat kitab al-‘Aqiidatul Islaamiyyah (hal. 33-34) tulisan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.

[5] Kitab at-Tauhid (hal. 8) tulisan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan.

[6] Ini adalah nama-nama orang shalih dari umat Nabi Nuh ‘alaihissalam, yang kemudian setelah mereka wafat, kaumnya menjadikan patung-patung mereka sebagai sembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lihat surat Nuh: 23.

[7] Sebagaimana yang disebutkan dalam surat az-Zumar: 3.

[8] Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Yuunus: 18.

[9] Kitab Kasyfusy Syubuhaat (hal. 7).

3 comments

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *