بسم الله الرحمن الرحيم
عَنْ عَبْدِ اللهِ بن مسعود ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: « إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ رَبِّهَا إِذا هِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا » صحيح رواه الترمذي وابن خزيمة وابن حبان وغيرهم.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya perempuan adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengintainya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah ) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang perempuan muslimah yang selalu menetap di rumahnya dan tidak keluar rumah kecuali jika ada kebutuhan yang dibenarkan dalam syariat Islam, bahkan menetapnya dia di dalam rumahnya bernilai ibadah yang sangat tinggi pahalanya di sisi Allah , karena dalam hadits ini disebut sebagai keadaannya yang paling dekat dengan Allah .
Bahkan ini merupakan kewajiban kaum perempuan yang diperintahkan Allah dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS al-Ahzaab:33).
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Bin Baz berkata: “Allah memerintahkan kaum perempuan untuk menetapi rumah-rumah mereka, karena keluarnya mereka dari rumah sering menjadi sebab (timbulnya) fitnah. Dan sungguh dalil-dalil syariat menunjukkan bolehnya mereka keluar rumah jika ada keperluan (yang sesuai syariat), dengan memakai hijab (yang benar) dan menghindari memakai perhiasan, akan tetapi menetapnya mereka di rumah adalah (hukum) asal dan itu lebih baik bagi mereka serta lebih jauh dari fitnah”[2].
Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
– Sabda Rasulullah di atas: “Sesungguhnya perempuan adalah aurat…” menunjukkan bahwa seorang perempuan seharusnya lebih tertutup dan jauh dari pandangan laki-laki yang bukan mahram baginya[3]. Ini semua dapat terwujud dengn sempurna dengan dia sering menetap di rumah dan memakai hijab/jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam ketika keluar rumah karena ada kebutuhan yang dibenarkan.
– Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “Makna ayat di atas adalah perintah (bagi kaum perempuan) untuk menetapi rumah-rumah mereka. Meskipun (asalnya) ini ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad , akan tetapi secara makna (wanita-wanita) selain mereka (juga) termasuk dalam perintah tersebut. Ini seandainya tidak ada dalil yang khusus (mencakup) semua wanita. Padahal (dalil-dalil dalam) syariat Islam penuh dengan (perintah) bagi kaum wanita untuk menetapi rumah-rumah mereka dan tidak keluar rumah kecuali karena darurat (terpaksa)”[4].
– Menetapnya seorang perempuan di rumah merupakan ‘aziimatun syar’iyyah (hukum asal yang dikuatkan dalam syariat Islam), sehingga kebolehan mereka keluar rumah merupakan rukhshah (keringanan) yang hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat atau jika ada keperluan. Oleh karena itulah, Allah dalam tiga ayat al-Qur’an[5] menisbatkan/menggandengkan rumah-rumah kepada kaum perempuan, padahal jelas rumah-rumah yang mereka tempati adalah milik para suami atau wali mereka, ini semua menunjukkan bahwa selalu menetap dan berada di rumah adalah keadaan yang sesuai dan pantas bagi mereka[6].
– Seorang perempuan dibolehkan untuk keluar rumah jika ada keperluan yang dibenarkan dalam syariat.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: “(Hukum) asalnya seorang wanita tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali kalau ada keperluan (yang sesuai dengan syariat), sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih (riwayat) imam al-Bukhari (no. 4517) ketika turun firman Allah :
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى}
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu” (QS al-Ahzaab:33).
Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah telah mengizinkan kalian (para wanita) untuk keluar (rumah) jika (ada) keperluan kalian (yang dibolehkan dalam syariat)”[7].
– Ada hikmah agung lain yang berhubungan dengan perintah Allah bagi kaum perempuan untuk menetap di rumah-rumah mereka, yaitu untuk memudahkan mereka meraih ketenangan hati dan kelapangan jiwa, serta terhindar dari segala kegalauan dan kegundahan.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Allah memerintahkan bagi seorang wanita untuk menetap di rumahnya dan tidak keluar rumah kecuali untuk kebutuhan yang mubah (diperbolehkan dalm Islam) dengan menetapi adab-adab yang disyariatkan (dalam Islam). Sungguh Allah telah menamakan (perbuatan) menetapnya seorang wanita di rumahnya dengan “qaraar” (tetap, stabil, tenang), ini mengandung arti yang sangat tinggi dan mulia. Karena dengan ini jiwanya akan tenang, hatinya akan damai dan dadanya akan lapang. Maka dengan keluar rumah akan menyebabkan keguncangan jiwanya, kegalauan hatinya dan kesempitan dadanya, serta membawanya kepada keadaan yang akan berakibat keburukan baginya”[8].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Semarang, 2 Rabi’ul awwal 1436 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] HR at-Tirmidzi (3/476), Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu Hibban (no. 5599) dan at-Thabrani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 2890), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan syikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2688).
[2] Kitab “Majmuu’ul fataawa syaikh Bin Baz” (4/308).
[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/266).
[4] Kitab “al-Jaami’ liahkaamil Qur-an” (14/174).
[5] Yaitu QS al-Ahzaab: 33, 34 dan ath-Thalaaq:1.
[6] Lihat kitab “Hiraasatul fadhiilah” (hal. 87).
[7] Al-Fataawa al-imaaraatiyyah.
[8] Kitab “at-Tabarruju wa khatharuhu” (hal. 22).
Bismillah Alhamdulillah jazakalloh khoir Ustadz atas ilmu yg bermanfaat… semoga kita semua selalu dalam penjagaan Rob… nikmat Islam n nikmat Sunnah Barokallohufikum