بسم الله الرحمن الرحيم
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَعِ أَنَّ النَّبِىَّ قَالَ: « جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ »
Dari Watsilah bin al-Asqa’ , bahwa Rasulullah bersabda: “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid-masjid”.
Hadits ini dikeluarkan oleh imam Ibnu Majah[1] dari jalur al-Harits bin Nabhan, dari ‘Utbah bin Yaqzhan, dari Abu Sa’id, dari Makhul, dari Watsilah bin al-Asqa’ , dari Rasulullah .
Hadits ini adalah hadits yang sangat lemah, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama al-Harits bin Nabhan, imam Ibnu hajar berkata tentangnya: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal)”[2]. Juga gurunya dalam hadits ini yang bernama ‘Utbah bin Yaqzhan, imam Ibnu Hajar berkata tentangnya: “Dia lemah (riwayat haditsnya)”[3].
Imam al-Bushiri mengomentari hadits ini dengan ucapan beliau: “Sanad hadits ini lemah, karena sesungguhnya al-Harits bin Nabhan disepakati (oleh para ulama ahli hadits) tentang kelemahan (riwayat haditsnya)”[4].
Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi, sekumpulan dari para imam ahli hadits telah menyatakan kelemahan hadits ini, seperti ‘Abdul Haq al-Isybili, Ibnu Jauzi, al-Mundziri, al-Bushiri, al-Haitsami, (Ibnu Hajar) al-‘Asqalani dan selain mereka”[5].
Hadits ini juga diriwayatkan dari jalur lain oleh imam ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (8/132) dan “Musnadusy Syaamiyyiin” (4/321), dan al-Baihaqi dalam “as-Sunanul kubra” (10/103). Akan tetapi jalur ini juga sangat lemah, karena ada perawi yang bernama al-‘Ala’ bin Katsir al-Laitsi, imam Ibnu Hajar berkata tentangnya: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal), dan Ibnu Hibban menuduhnya memalsukan hadits”[6]. Kelemahan jalur ini dinyatakan oleh imam al-Baihaqi sendiri dan al-Haitsami dalam “Majma’uz zawa-id” (2/140).
Juga diriwayatkan dari jalur lain oleh imam ‘Abdur Razzaq dalam “al-Mushannaf” (1/441), serta ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (20/173) dan “Musnadusy Syaamiyyiin” (4/374). Jalur ini juga sangat lemah karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Yahya bin al-‘Ala’, imam Ibnu Hajar berkata tentangnya: “Dia tertuduh memalsukan hadits”[7]. Juga perawi yang bernama Muhammad bin Muslim ath-Tha-ifi, ada kelemahan dalam hafalan haditsnya[8].
Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah , dikeluarkan oleh imam ‘Abdur Razzaq dalam “al-Mushannaf” (1/442), akan tetapi riwayat ini juga sangat lemah, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama ‘Abdullah bin Muharrar, “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal)”[9] [10].
Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat yang lain, akan tetapi semua riwayat tersebut sangat lemah, sebagaimana yang ditegaskan oleh imam Ibnu Hajar dan disepakati oleh syaikh al-Albani[11], juga oleh asy-Syaukani dalam “al-Fawa-idul majmuu’ah” (hal. 25) dan al-Fattani dalam “Tadzkiratul maudhuu’aat” (hal. 255).
Bahkan sebagian dari para ulama menghukumi hadits ini sebagai hadits yang tidak ada asalnya atau hadits palsu, seperti imam al-Bazzar[12], ‘Abdul Haq al-Isybili[13], asy-Syaukani[14], Mulla ‘Ali al-Qari[15] dan al-Fattani[16].
Kedudukan hadits ini yang palsu menjadikannya sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil/argumentasi untuk melarang anak-anak datang ke mesjid untuk melatih dan membiasakan diri mereka shalat berjamaah di mesjid. Tentu saja dengan ini syarat mereka tidak bermain dan membuat keributan di mesjid. Karena dalam hadits-hadits yang shahih dijelaskan bahwa Rasulullah membawa cucu-cucu beliau ke mesjid ketika shalat berjamaah. Beliau juga pernah ketika sedang mengimami shalat berjamaah di mesjid, beliau mendengar tangisan seorang anak dan beliau tidak melarang hal tersebut, bahkan beliau memperpendek shalat tersebut karena khawatir ibu anak tersebut terganggu dengan tangisannya[17].
Imam Malik bin Anas pernah ditanya tentang seseorang yang membawa anaknya ke mesjid, apakah itu dianjurkan? Beliau menjawab: “Kalau anak tersebut sudah mencapi usia yang memahami adab-adab mesjid dan tidak bermain di sana, maka aku memandang hal itu tidak mengapa. Tapi kalau anak tersebut (masih terlalu) kecil, tidak tenang dan (suka) bermain di mesjid, maka aku tidak menyukai hal tersebut (tidak boleh dibawa ke mesjid)”.
Ibnu Rusyd mengomentari ucapan imam Malik di atas, beliau berkata: “Makna (ucapan imam Malik di atas) dalam masalah ini sangat jelas dan tidak butuh penjelasan (panjang lebar). Karena tidak ada kendala tentang kebolehan anak-anak masuk mesjid…Adapaun dilarangnya membawa anak-anak ke mesjid (adalah) jika mereka tenang dan (suka) bermain di mesjid, karena mesjid bukanlah tempat bermain dan bergurau, wabillahit taufiiq”[18].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 6 Dzulhijjah 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] Dalam “Sunan Ibnu Majah” (1/247, no. 750).
[2] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 148).
[3] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 381).
[4] Dinukil dalam catatan kaki kitab “Sunan Ibnu Majah” (1/247).
[5] Kitab “al-Ajwibatun naafi’ah” (hal. 66).
[6] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 436).
[7] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 595).
[8] Lihat kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 506).
[9] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 320).
[10] Lihat keterangan imam as-Sakhawi dalam kitab “al-Maqaashidul hasanah” (hal. 285-286).
[11] Kitab “ats-Tsamrul mustathaab” (hal. 586).
[12] Dinukil oleh Mulla ‘Ali al-Qari dalam “al-Asraarul marfuu’ah” (hal. 182).
[13] Dinukil oleh syaikh al-Albani dalam “ats-Tsamrul mustathaab” (hal. 586).
[14] Dalam kitab “al-Fawa-idul majmuu’ah” (hal. 25, no. 38).
[15] Dalam “al-Asraarul marfuu’ah” (hal. 182).
[16] Dalam “Tadzkiratul maudhuu’aat” (hal. 255)
[17] HSR Muslim (no. 4/186-187).
[18] Keduanya dinukil oleh syaikh Masyhur Hasan Salman dalam kitab “al-Qaulul mubiin” (hal. 286-287).
3 comments