Hadits Palsu Tentang Keutamaan Berdzikir Dengan Biji-bijian Tasbih

بسم الله الرحمن الرحيم

رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ  ، عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ “نِعْمَ الْمُذَكِّرِ السُّبْحَةُ “

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib  bahwa Rasulullah  bersabda: “Sebaik-baik alat untuk berdzikir adalah subhah (biji-bijian tasbih)”.

Hadits ini dikeluarkan oleh imam ad-Dailami dalam “Musnadul Firdaus” (4/98 – al-Mukhtashar) dari Jalur Muhammad bin harun bin ‘Isa bin Manshur al-Hasyimi, dari Muhammad bin ‘Ali bin Hamzah al-‘Alawi, dari ‘Abdush Shamad bin Musa, dari Zainab binti Sulaiman bin ‘Ali, dari Ummul Hasan binti Ja’far bin al-Hasan, dari bapaknya, dari kakeknya, dari ‘Ali bin Abi Thalib , dari Rasulullah .

Hadits ini adalah hadits palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Muhammad bin harun bin ‘Isa bin Manshur al-Hasyimi yang dikenal dengan Ibnul bariyyah, Imam Ibnu ‘Asakir berkata tentangnya: “Dia memalsukan hadits”[1]. Imam al-Khathib al-Bagdadi berkata: “Hadits (yang diriwayatkan)nya rusak dan dia tertuduh memalsukan hadits”[2].

Juga ada rawi yang bernama ‘Abdush Shamad bin Musa al-Hasyimi, dia dinyatakan lemah riwayatnya oleh para ulama dan dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar[3].

Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani karena rawi pemalsu hadits tersebut di atas[4].

Ada hadits lain yang menjelaskan kebolehan berdzikir dengan biji-bijian, diriwayatkan oleh Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  berdzikir dengan menggunakan batu-batu kerikil. Hadits ini juga hadits palsu, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Abdullah bin Muhammad al-Qudami, dia meriwayatkan hadits-hadits yang palsu dari Imam Malik, sebagaimana pernyataan para ulama Ahli hadits[5].

Demikian pula beberapa hadits semakna yang menunjukkan bahwa Rasulullah  membolehkan dan membiarkan beberapa orang shahabat  yang berdzikir dengan menggunakan batu-batu kerikil dan biji-bijian kurma, semua hadits tersebut lemah dan sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.

Yang paling terkenal adalah dua hadits, dari Sa’ad bin Abi Waqqash  dan Shafiyyah bintu Huyay . Hadits yang pertama dalam sanadnya ada rawi yang tidak dikenal (majhul) dan rawi yang tercampur hafalannya. Sedangkan hadits yang kedua dalam sanadnya ada rawi yang lemah[6].

Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits palsu dan hadits-hadits yang semakna dengannya berkisar antara palsu dan lemah.

Oleh karena itu, hadits ini tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah  dan tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bolehnya memakai biji-bijian tasbih untuk menghitung jumlah dzikir, apalagi menetapkan keutamaannya. Meskipun ada di antara para ulama yang membolehkannya hal tersebut dengan bersandar pada hadits-hadits tersebut di atas.

Akan tetapi pendapat yang membolehkan ini lemah, karena tidak ada argumentasi kuat yang mendukungnya, bahkan penggunaan biji-bijian tasbih ini bertentangan dengan petunjuk yang benar dari Rasulullah , sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut;

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash  dia berkata: “Aku melihat Rasulullah  menghitung tasbih (dzikir) dengan tangan kanan beliau ”[7].

Dari Yusairah  bahwa Rasulullah  bersabda kepada para Shahabat perempuan : “Hendaknya kalian selalu bertasbih (mengucapkan subhanallah/maha suci Allah), bertahlil (mengucapkan laa ilaaha illallah/tidak ada sembahan yang benar selain Allah) dan mensucikan/mengagungkan-Nya, dan hitunglah (dzikir-dzikir tersebut) dengan ruas-ruas jari tangan, karena jari-jari tangan akan ditanya dan dijadikan berbicara/bersaksi (di hadapan Allah  pada hari kiamat)”[8].

Maka petunjuk yang sesuai dengan sunnah Rasulullah  dan diridhai Allah  dalam menghitung jumlah dzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan kanan. Adapun menggunakan biji-bijian tasbih, maka ini bertentangan dengan petunjuk Rasulullah  dan para Shahabat , sehingga sebagian dari para ulama menghukuminya termasuk perbuatan bid’ah[9]. Rasulullah  bersabda: “Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad  dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (bid’ah), semua bid’ah adalah kesesatan (dan tempatnya di Neraka)”[10].

Perlu juga ditegaskan di sini bahwa menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih tidak dibutuhkan dalam mengamalkan dzikir yang benar dan bersumber dari hadits Rasulullah  yang shahih, karena jumlah terbanyak yang dihitung dalam dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah  adalah seratus[11], dan ini sangat mudah dihitung dengan jari-jari tangan kanan.

Adapun dzikir dalam jumlah yang sangat banyak, seperti seribu, lima ribu, sepuluh ribu atau jumlah lainnya, maka semua ini bertentangan dengan petunjuk Allah  dan Rasul-Nya , bahkan termasuk bid’ah dan kesesatan. Kemudian kesesatan inilah yang menarik kesesatan berikutnya, yaitu menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, karena jumlah dzikir yang dihitung sangat banyak.

Kalau seandainya orang-orang yang melakukan dzikir-dzikir yang menyimpang tersebut mau mencukupkan diri dengan dzikir yang sesuai dengan petunjuk Allah  dan Rasul-Nya , maka tentu, dengan izin Allah , mereka akan terhindar dari keburukan dan kesesatan ini. Wallahul musta’an[12].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 7 Shafar 1436 H

Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] Kitab “Tarikh Dimasyq” (14/28).

[2] Kitab “Tarikh Bagdad” (7/403).

[3] Lihat penjelasan imam adz-Dzahabi dalam kitab “Miizaanul I’tidaal” (2/621).

[4] Lihat penjelasan rinci tentang kepalsuan hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” (1/184-187, no. 83).

[5] Lihat penjelasan rinci tentang kepalsuan hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” (3/47-48, no. 1002).

[6] Lihat penjelasan rinci tentang kelemahan hadits-hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” (1/188-190).

[7] HR Abu Dawud (no. 1502), at-Tirmidzi (no. 3485), an-Nasa’i, Ibnu Hibban (no. 843) dan al-Baihaqi (2/187), dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani.

[8] HR Abu Dawud (no. 1501), at-Tirmidzi (no. 3583), dinyatakan hasan oleh Imam an-Nawawi, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Syaikh al-Albani (Lihat “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” 1/160).

[9] Lihat kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” (1/185). Bid’ah adalah semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah,  yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah .

[10] HSR Muslim (no. 867).

[11] Memang ada hadits yang menyebutkan jumlah dzikir lebih dari seratus, akan tapi kelebihan tersebut tidak diperintahkan untuk dihitung.

[12] Lihat kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifah wal maudhuu’ah” (1/192).v

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *