بسم الله الرحمن الرحيم
Bulan Ramdhan merupakan musim kebaikan terbesar dalam Islam dan waktu dilipatgandakannya pahala dan keutamaan amal shaleh dengan sebesar-besarnya. Inilah musim kebaikan besar yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.
Bahkan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, sehingga Rasulullah selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini1.
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya : “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan (kebaikan yang melimpah), Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”2.
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata: “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah ) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”3.
Maka setiap orang yang beriman merindukan kedatangan bulan mulia ini, orang yang imannya sempurna merindukannya karena ingin meraih kedudukan yang lebih sempurna dan mulia di sisi Allah dengan amal-amal shaleh yang dilipatgandakan keutamaannya.
Orang yang merasa imannya kurang karena perbuatan dosa dan maksiat merindukan bulan Ramadhan untuk meraih pengampunan yang agung dari Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Demikian pula orang yang memandang dirinya akan binasa karena banyaknya amal buruk yang telah dikerjakannya, dia merindukan bulan Ramadhan untuk memohon taufik dari-Nya agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dibebaskan dari azab Neraka.
Rasulullah bersabda: “Allah akan memilih orang-orang yang akan dibebaskan-Nya dari (azab) Neraka, dan itu terjadi di setiap malam (di bulan Ramadhan)”4.
Keutamaan puasa dan keberkahan bulan Ramadhan
Dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah banyak dijelaskan tentang keberkahan bulan Ramadhan dan keutamaan berpuasa, kami akan sebutkan dalam tulisan ini beberapa di antaranya:
1- Kemuliaan dan keberkahan bulan Ramadhan
A. Bulan diturunkannya al-Qur’an yang merupakan sumber petunjuk kebaikan, inilah sebab yang menjadikan bulan mulia ini dipilih oleh Allah sebagai bulan yang diwajibkan padanya menunaikan ibadah puasa yang merupakan salah satu rukun Islam5.
Allah berfirman:
{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu…” (QS al-Baqarah: 185).
B. Pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para Setan dibelenggu.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Ketika tiba bulan Ramadhan pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka dan para Setan dibelenggu”6.
Ini berarti bahwa di bulan Ramdhan Allah banyak melimpahkan taufik kepada hamba-hamba-Nya untuk melakukan amal-amal kebaikan serta melipatgandakan pahala dan keutamaannya, yang ini semua merupakan sebab terbukanya pintu-pintu Surga. Demikian pula taufik-Nya untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk dan maksiat, yang ini merupakan sebab tertutupnya pintu-pintu Neraka7.
C. Bulan pengampunan dosa dan pembebasan dari azab Neraka
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan lalu (dosa-dosanya) tidak dimpuni (oleh Allah ), sehingga dia masuk Neraka, maka (berarti) Allah menjauhkannya dari rahmat-Nya”8.
Dan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “…Allah akan memilih orang-orang yang akan dibebaskan-Nya dari (azab) Neraka, dan itu terjadi di setiap malam (di bulan Ramadhan)”9.
D. Hati manusia cenderung menghadap pada kebaikan dan berpaling dari keburukan
Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “…(Di setiap malam di bulan Ramadhan) ada penyeru yang menyeru: Wahai orang yang menginginkan kebaikan hadapkanlah dirimu dan wahai orang yang menginginkan keburukan kurangilah (hentikanlah/bertaubatlah dari dosa-dosamu)!”10.
Imam al-Munawi berkata: “Artinya: Malaikat yang menyeru, atau seruan tersebut dimasukkan ke dalam hati orang-orang yang Allah kehendaki mereka (dengan taufik-Nya) untuk menghadapkan diri pada kebaikan”11.
E. Lailatul qadr (malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan)
Di bulan Ramdhan ada malam yang disebut dengan laiatul qadr yang lebih baik dari seribu bulan. Artinya: ibadah dan amal shaleh pada malam itu keutamaannya lebih tinggi daripada ibadah dan amal shaleh selama seribu bulan (sekitar 83-84 tahun) di waktu-waktu lainnya12.
Rasulullah bersabda: “…Pada bulan itu (Ramadhan) terdapat malam (yang penuh kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”13.
Inilah makna firman Allah :
{إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ}
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam lailatul qadr . Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadr itu?) Malam lailatul qadr itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya (Allah ) untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS al-Qadr: 1-5).
2- Keutamaan puasa
A. Pengampunan dosa-dosa yang telah lalu
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa (bulan) Ramadhan dengan mengimani (meyakini keutamaannya) dan (ikhlas) mengharapkan (pahala di sisi Allah ) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”14.
Pengampunan dosa yang dimaksud di sini adalah dosa-dosa kecil, sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadits shahih lainnya: “Shalat lima waktu, (shalat) jum’at ke jum’at berikutnya dan (puasa) Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah menggugurkan dosa-dosa yang ada di antaranya jika dijauhi (perbuatan) dosa-dosa besar”15.
B. Sebab utama untuk masuk Surga dan pelindung dari Neraka
Dari Abu Umamah beliau berkata: Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku suatu amal (shaleh) yang dengan sebab itu aku masuk Surga! Rasulullah bersabda: “Hendaknya kamu berpuasa, (karena) puasa itu tidak ada bandingannya”16.
Dan dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa Rasulullah bersabda: “Puasa itu adalah perisai untuk melindungi seorang hamba dari Neraka”17.
C. Syafa’at bagi orang yang berpuasa
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘al-‘Ash bahwa Rasulullah bersabda: “Puasa dan al-Qur’an akan memberikan syafa’at pada hari kiamat bagi seorang hamba (yang mengamalkannya), puasa berkata: “Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya”. (Bacaan) al-Qur’an (juga) berkata: Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya dari tidur di malam hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya”. Rasulullah bersabda: “Maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at”18.
D. ar-Rayyaan, pintu Surga yang khusus untuk orang-orang yang berpuasa
Dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya di Surga ada pintu yang disebut ‘ar-Rayyaan’, pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk (Surga) lewat pintu tersebut, dan tidak seorangpun selain mereka yang masuk surga lewat pintu tersebut. Kalau mereka semua sudah masuk (Surga) maka pintu itu ditutup… Barangsiapa yang telah masuk maka dia akan minum (air di Surga) dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan kehausan lagi selamanya”19.
E. Orang yang berpuasa akan mendapat ganjaran pahala yang tidak terbatas
F. Orang yang berpuasa akan memperoleh dua kegembiraan besar
G. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak wangi kesturi
Tiga keutamaan di atas disebutkan dalam hadits Rasulullah berikut.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Semua amal (shaleh) yang dikerjakan manusia (pahalanya) dilipatgandakan, satu kebaikan dengan sepuluh kalinya sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran (yang tidak terbatas) baginya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku”. Dan orang yang berpuasa akan memperoleh dua kegembiraan (besar), (yaitu) kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya (Allh ). Sungguh perubahan bau mulut orang yang berpuasa lebih lebih harum di sisi Allah daripada minyak wangi kesturi”20.
Menyambut kedatangan bulan Ramadhan
Oleh karena besarnya keutamaan dan berlimpahnya keberkahan bulan Ramadhan, maka tentu saja, setiap orang yang beriman kepada Allah dan mengharapkan kedudukan mulia di sisi-Nya merindukan kedatangan bulan ini dan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambutnya.
Mereka inilah hamba-hamba Allah yang senantiasa merindukan amal kebaikan dan selalu berlomba-lomba dalam mengerjakannya. Allah memuji mereka dalam firman-Nya:
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera (berlomba-lomba) dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).
Dalam ayat lain, Dia berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ. وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena kepada Rabb mereka (Allah ). Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Rabb mereka (dengan sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan (bersedekah) apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itulah orang-orang (yang selalu) bersegera dan berlomba-lomba dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan” (QS al-Mu’minuun: 57-61).
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah .
Imam Mu’alla bin al-Fadhl berkata: “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”21.
Imam Yahya bin Abi Katsir berkata: “Termasuk do’a yang diucapakan oleh para ulama terdahulu (untuk menyambut bulan Ramadhan): Ya Allah, selamatkanlah diriku untuk (bertemu dengan) bulan Ramadhan, serahkanlah/berikanlah kepadaku (kebaikan dan keberkahan) bulan Ramadhan dan terimalah dariku (amal kebaikan) di bulan itu”22.
Hadits riwayat Abu Hurairah yang kami nukil di awal tulisan ini bahwa Rasulullah selalu menyampaikan kabar gembira kepada para Shahabat tentang kedatangan bulan Ramadhan, merupakan argumentasi yang menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman pantas bergembira dengan kedatangan bulan yang penuh berkah ini.
Bahkan sebagian dari para ulama berkata: “Hadits ini merupakan dalil (argumentasi) tentang bolehnya kaum muslimin satu sama lain saling mengucapkan selamat (atas datangnya) bulan Ramadhan”23.
Teladan sempurna dari Rasulullah dan para ulama Salaf dalam ibadah di bulan Ramadhan
Sebaik-baik teladan dalam semua kebaikan bagi orang yang menginkan kemuliaan dan keutamaan di sisi Allah adalah Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad .
Allah berfirman:
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan besar mengikuti sunnah Rasulullah , karena Allah sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah sebagai “teladan yang baik”, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah 24.
Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata: “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah ) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah ) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah ”25.
Kemudian para Shahabat dan para ulama Salaf yang mengikuti jejak mereka dengan baik, petunjuk mereka inilah yang wajib kita teladani dalam kebaikan, sebagaimana perintah Allah dalam al-Qur’an:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ}
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah/teladanilah petunjuk mereka” (QS al-An’aam: 90).
– Teladan dalam menjaga kesempurnaan puasa dari perbuatan-perbuatan yang merusaknya
Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan buruk (ketika berpuasa) maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minum (puasanya tidak bernilai di sisi-Nya)”26.
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda: “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapat bagian (pahala) dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”27.
Jabir bin ‘Abdillah berkata: “Jika kamu berpuasa maka hendaknya berpuasa (pula) pendengaranmu, penglihatanmu, lidahmu dari (ucapan) dusta dan perbutan-perbuatan haram, serta janganlah kamu menyakiti tetanggamu. Hendaknya terlihat pada dirimu sikap tenang dan berwibawa ketika kamu berpuasa, dan janganlah kamu menjadikan sama ketika kamu berpuasa dan ketika tidak berpuasa”28.
Salah seorang ulama Salaf berkata: “Puasa yang paling ringan adalah (hanya) meninggalkan makan dan minum29.
– Teladan dalam shalat malam dan tarawih
Selalu mengerjakan shalat malam adalah sifat hamba-hamba Allah yang shaleh dan dipuji dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman Allah :
{وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا. وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا}
“Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan mereka melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri (shalat) untuk Rabb mereka” (QS al-Furqaan: 63-64).
Apalagi di bulan Ramadhan yang keutamaan shalat malam sangat besar. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam (di bulan) Ramadhan dengan mengimani (meyakini keutamaannya) dan (ikhlas) mengharapkan (pahala di sisi Allah ) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”30.
Teladan para Shahabat dan Tabi’in dalam hal ini sangat sempurna, karena mereka benar-benar menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat tarawih secara berjamaah dengan shalat dan bacaan yang sangat panjang.
Dari as-Sa’ib bin Yazid beliau berkata: “(Khalifah) ‘Umar bin al-Khaththab memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari untuk mengimami kaum muslimin (shalat tarawih) dengan sebelas raka’at. as-Sa’ib bin Yazid berkata: “Imam shalat tarawih membaca (surah-surah al-Qur’an yang panjang) dengan ratusan ayat, sampai-sampai kami beretelekan pada tongkat karena lamanya berdiri. Kami selesai (shalat tarawih ketika menjelang fajar”31.
Perlu juga diingatkan di sini bahwa shalat malam di bulan Ramadhan (tarawih) yang dikerjakan secara berjama’ah bersama Imam sampai selesai (shalat tersebut) lebih utama daripada dikerjakan sendirian di rumah32. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang yang shalat (tarawih berjama’ah) bersama imam sampai selesai maka dihitung baginya (seperti pahala) shalat semalam (penuh)”33.
– Teladan dalam semangat membaca al-Qur’an
Bulan Ramdhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an dan ini merupakan salah satu keutamaan yang paling besar di bulan ini. Allah berfirman:
{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu…” (QS al-Baqarah: 185).
Oleh karena itu, sepantasnya bagi hamba yang beriman kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya untuk lebih semangat membaca dan merenungkan al-Qur’an di bulan mulia ini, sebagaimana teladan dari Rasulullah dan para ulama salaf dalam masalah ini.
Shahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Malaikat Jibril selalu menemui Rasulullah setiap malam di bulan Ramadhan untuk mengulangi kembali pelajaran al-Qur’an”34.
Imam Ibnu Rajab al-hambali berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi tentang dianjurkannya memperbanyak membaca dan merenungkan al-Qur’an di bulan Ramadhan”35.
Para ulama Salaf memberi perhatian besar terhadap al-Qur’an di bulan Ramadhan dengan banyak membaca dan merenungkannya di dalam maupun di luar shalat, sehingga banyak di antara mereka yang mengkhatamkan al-Qur’an beberapa kali dalam bulan Ramadhan, seperti Imam Qatadah bin Di’amah as-Sadusi, al-Aswad, Ibrahim an-Nakha’i dan asy-Syafi’i36.
Imam Qatadah selalu mengajarkan al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Imam az-Zuhri ketika tiba bulan Ramadhan, beliau berkata: “Bulan ini adalah bulan membaca (dan merenungkan) al-Qur’an serta memberi makan (kepada orang yang membutuhkan)”.
Imam Malik bin Anas di bulan Ramadhan meninggalkan (pengajian) membaca hadits Rasulullah dan duduk di majelis para ulama, untuk memfokuskan diri membaca dan merenungkan al-Qur’an dengan Mushaf.
Demikian pula Imam Sufyan ats-Tsauri ketika tiba bulan Ramadhan beliau meninggalkan (mengurangi) ibadah-ibadah yang lain dan memfokuskan diri membaca dan merenungkan al-Qur’an37.
– Teladan dalam bersedekah dan memberi makan orang yang membutuhkan
Shahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Rasulullah adalah orang yang paling dermawan (dalam bersedekah dan memberi makan orang lain) dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan… Rasulullah lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang bertiup”38.
Termasuk sedekah yang paling utama di bulan Ramadhan adalah memberi makan untuk orang yang berbuka puasa. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memberi makan orang lain untuk berbuka puasa maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun”39.
Imam asy-Syafi’i berkata: “Aku menganjurkan untuk mencurahkan kedermawanan yang lebih (besar) di bulan Ramadhan, dalam rangka meneladani Rasulullah dan karena kebutuhan manusia akan hal itu dalam kehidupan mereka, serta disibukkannya kebanyakan mereka dengan puasa dan shalat sehingga kurang memperhatikan (upaya) mendapatkan penghasilan”40.
Telah kami nukilkan di atas bahwa Imam az-Zuhri ketika tiba bulan Ramadhan, beliau berkata: “Bulan ini adalah bulan membaca (dan merenungkan) al-Qur’an serta memberi makan (kepada orang lain)”.
Shahabat yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Sungguh jika aku mengundang sepuluh orang temanku lalu memberi makan untuk mereka lebuh aku sukai daripada aku ke pasar dan membeli budak, lalu memerdekakannya”41.
‘Abdullah bin ‘Umar tidak pernah berbuka puasa kecuali bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin, bahkan terkadang kalau dia mengetahui keluarganya menolak orang-orang miskin yang datang (untuk makan bersamanya) maka beliau tidak mau makan di malam tersebut.
Abu Sawwar al-‘Adawi berkata: “Ada beberapa orang dari (qabilah/suku) Bani ‘Adi yang selalu shalat di masjid ini. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang mau berbuka puasa dengan makan sendirian (tanpa orang-orang miskin), kalau ada yang mau makan bersama mereka maka merekapun makan, kalau tidak maka mereka membawa makanan mereka ke masjid untuk dimakan bersama orang lain”42.
-Teladan dalam beri’tikaf
I’tikaf artinya berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah dalam waktu tertentu dengan tujuan utama untuk menghimpun hati dan mengadapkan diri kepada Allah semata43.
Dari Abu Hurairah beliau berkata: “Rasulullah selalu beri’tikaf (selama) sepuluh hari setiap bulan Ramadhan, kemudian di tahun wafatnya beliau beri’tikaf (selama) dua puluh hari”44.
I’tikaf yang paling utama adalah di akhir bulan Ramadhan. Dari ‘Aisyah beliau berkata: “Rasulullah selalu beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau , kemudian sepeninggal beliau istri-istri beliau beri’tikaf (di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan)”45.
Termasuk keutamaan yang paling besar ketika beri’tikaf adalah meraih kemuliaan lailatul qadr (malam yang penuh kebaikan dan keberkahan) yang lebih baik daripada seribu bulan, karena malam itu ada di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
‘Aisyah berkata: Rasulullah selalu menetapi masjid (beri’tikaf) di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda: “Carilah lailatul qadr di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”46.
Oleh karena itulah, Rasulullah sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang itu tidak seperti hari-hari lainnya. Bahkan pada waktu itu, beliau mengencangkan (ikatan) sarung beliau (menjauhi istri-istri beliau untuk fokus kepada ibadah), menghidupkan malam (dengan ibadah dan amal shaleh) dan membangunkan keluarga beliau 47.
Nasehat dan penutup
Inilah sekelumit dan sebagian kecil dari keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan. Masih banyak keutamaan lain yang tentu tidak bisa dijelaskan semua di tulisan yang ringkas ini.
Semoga apa yang penulis nukilkan dalam tulisan ini cukup menjadi teladan dan motivasi kebaikan bagi kita semua untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menyambut dan melaksanakan ibadah-ibadah yang disyariatkan di bulan Ramadhan, serta bertekad untuk meninggalkan perbuatan buruk, memperbaiki diri dan bertaubat kepada Allah yang maha pengasih lagi maha penerima taubat
Wahai orang yang menginginkan kebaikan hadapkanlah dirimu dan wahai orang yang menginginkan keburukan kurangilah (hentikanlah/bertaubatlah dari dosa-dosamu)!
Cukuplah hadits Rasulullah yang telah lalu sebagai sebaik-baik nasehat: “Barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan lalu (dosa-dosanya) tidak dimpuni (oleh Allah ), sehingga dia masuk Neraka, maka (berarti) Allah menjauhkannya dari rahmat-Nya”48.
Sampai-sampai salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang tidak diampuni (dosa-dosanya) di bulan Ramadhan maka tidak akan diampuni di waktu lainnya”49.
Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan nasehat emas dari Imam Ibnu Rajab al-Hambali, beliau berkata: “Barangsiapa yang dirahmati Allah di bulan Ramadhan maka dialah orang yang dirahmati (disayangi Allah ), tapi barangsiapa yang terhalangi dari kebaikan bulan ini maka dialah orang yang terhalangi (dari semua kebaikan), dan barangsiapa yang tidak mengambil bekal di bulan ini untuk akhiratnya maka dialah orang yang tercela”50.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 24 Rajab 1436 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
1 Lihat keterangan imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).
2 HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain.
3 Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).
4 HR At-Tirmidzi (3/66) dan Ibnu Majah (no. 1642), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
5 Lihat kitab “Shifatu shaumin Nabi fii Ramadhan” (hlmn 18).
6 HSR al-Bukhari (no. 1799) dan Muslim (no. 1079).
7 Lihat penjelasan Imam an-Nawawi dalam kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/188) dan Imam al-Munawi dalam “Faidhul Qadiir” (4/39).
8 HR Ibnu Khuzaimah (3/193) dan Ibnu Hibban (3/188), dinyatakan shahih oleh keduanya dan Syaikh al-Albani dalam “Shahiih al-jaami’ ash-shagiir” (no. 75).
9 HR At-Tirmidzi (3/66) dan Ibnu Majah (no. 1642), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
10 HR At-Tirmidzi (3/66) dan Ibnu Majah (no. 1642), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
11 Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/39).
12 Lihat kitab “Tafsir Ibni Katsir” (4/684).
13 HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain.
14 HSR al-Bukhari (1/22) dan Muslim (no. 760).
15 HSR Muslim (no. 233).
16 HR Ahmad (5/249), an-Nasa-i (4/165) dan Ibnu Hibban (8/211), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani.
17 HR Ahmad (3/396) dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam “Shahiih al-jaami’ ash-shagiir” (no. 4308).
18 HR Ahmad (2/174), Abu Nu’aim dalam “Hilayatul auliyaa’” (8/161) dan al-Hakim (1/740), dari dua jalur yang saling menguatkan. Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, dan dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 394).
19 HSR al-Bukhari (2/671), Muslim (no. 1152) dan Ibnu Khuzaimah (3/199).
20 HSR Muslim (no. 1151).
21 Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 213).
22 Ibid.
23 Ibid.
24 Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 481).
25 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 481).
26 HSR al-Bukhari (2/673).
27 HR Ahmad (2/373) dan Ibnu Majah (no. 1690), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
28 Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 224).
29 Ibid.
30 HSR al-Bukhari (1/22) dan Muslim (no. 759).
31 Atsar riwayat Imam Malik dalam “al-Muwaththa’” (1/115) dengan sanad yaang shahih.
32 Lihat penjelasan Syaikh al-Albani dalam kitab “Qiyaamur Ramadhaan” (19-20).
33 HR an-Nasa-i (3/202) dan Ibnu Majah (no. 1327), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
34 HSR al-Bukhari (1/6) dan Muslim (no. 2308).
35 Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 243).
36 Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 224).
37 Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 224).
38 HSR al-Bukhari (1/6) dan Muslim (no. 2308).
39 HR at-Tirmidzi (3/171) dan Ibnu Majah (no. 1746), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani.
40 Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 242).
41 Dinukil oleh Imam Hannad bin as-Sariy al-Kufi dalam kitab “az-zuhd” (1/345).
42 Dinukil dalam kitab kecil yang berjudul “Haalus salaf fi Ramadhaan” (hlmn 5).
43 Lihat kitab “Shifatu shaumin Nabi fi Ramadhan” (hlmn 91-92).
44 HSR al-Bukhari (2/719).
45 HSR al-Bukhari (2/713) dan Muslim (no. 1173).
46 HSR al-Bukhari (2/710) dan Muslim (no. 1169).
47 Semua disebutkan dalam HSR al-Bukhari (2/711) dan Muslim (no. 1174).
48 HR Ibnu Khuzaimah (3/193) dan Ibnu Hibban (3/188), dinyatakan shahih oleh keduanya dan Syaikh al-Albani dalam “Shahiih al-jaami’ ash-shagiir” (no. 75).
49 Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 224).
50 Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 214).