Keutamaan Mengucapkan Salam Dengan Lafazh Salam Yang Lengkap

بسم الله الرحمن الرحيم

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رضي الله عنه  قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ النَّبِىُّ: «عَشْرٌ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ: « عِشْرُونَ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ « ثَلاَثُونَ » صحيح رواه أبو داود والترمذي وغيرهما.

Dari ‘Imran bin Hushain رضي الله عنه  dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata: as-Salaamu ‘alaikum (semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu). Lalu Rasulullah ﷺ membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasulullah ﷺ bersabda: “(Dia mendapatkan) sepuluh kebaikan”. Kemudian datang orang lain kepada beliau ﷺ lalu berkata: as-Salaamu ‘alaikum warahmatullah (semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau ﷺ membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasulullah ﷺ bersabda: “(Dia mendapatkan) dua puluh kebaikan”. Kemudian datang lagi orang lain kepada beliau ﷺ lalu berkata: as-Salaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh (semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau ﷺ membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasulullah ﷺ bersabda: “(Dia mendapatkan) tiga puluh kebaikan”[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang mengucapkan salam dengan lafazh lengkap seperti yang tersebut di dalam hadits, karena dengan ini dia akan mendapatkan tiga puluh pahala kebaikan, artinya setiap lafazhnya mendapatkan sepuluh kebaikan[2]. Meskipun tentu saja mengucapkan salam dengan dua lafazh sebelumnya diperbolehkan dan tetap mendapatkan ganjaran pahala kebaikan, tetapi kurang dari lafazh lengkap di atas.

Lafazh salam yang lengkap ini juga dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadits shahih lainnya, beliau ﷺ bersabda: “Jika seorang bertemu dengan saudaranya sesama muslim maka hendaklah dia mengucapkan (salam): as-Salaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh[3].

Beberapa Faidah penting yang dapat kita ambil dari hadits ini:

– Arti ucapan salam as-Salaamu ‘alaikum adalah perlindungan dan penjagaan dari Allah ﷻ bagimu, karena as-Salaam adalah salah satu dari nama-nama Allah yang maha indah. Ada juga yang mengartikan: keselamatan dan kesuksesan (dari Allah) bagimu[4].

– Allah  berfirman:

{ وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا. إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا }

“Apabila diucapkan salam kepadamu, maka balaslah salam itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah maha memperhitungkan segala sesuatu” (QS an-Nisaa’: 86).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Artinya: apabila seorang muslim mengucapkan salam kepadamu, maka balaslah/jawablah dia dengan (lafazh) salam yang lebih baik dari ucapan salamnya, atau balaslah dengan ucapan salam yang serupa. Maka menambah (dengan ucapan salam yang lebih baik ketika menjawab salam) adalah dianjurkan, sedangkan (menjawab salam dengan lafazh) yang serupa adalah wajib”[5].

– Tidak diperbolehkan menambah ucapan/lafazh salam lebih dari yang disebutkan dalam hadits di atas, khususnya ketika mengucapkan salam (bukan ketika menjawab salam), karena hadits yang menyebutkan penambahan adalah hadits yang lemah.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Anas رضي الله عنه  dari Rasulullah ﷺ, semakna dengan hadits di atas, tapi dengan tambahan di akhir hadits: …Kemudian datang lagi orang lain (yang ke empat) kepada beliau ﷺ lalu berkata: as-Salaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu wa magfiratuh (semoga keselamatan, rahmat, keberkahan dan pengampunan dari Allah ﷻ tercurah untukmu). Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “(Dia mendapatkan) empat puluh kebaikan” dan beliau ﷺ bersabda: “Demikianlah keutamaan-keutamaan (dijadikan semakin bertambah)”[6].

Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sahl bin Mu’adz bin Anas, imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentangnya: “Dia dilemahkan (riwayat haditsnya)”[7].

– Imam Ibnu hajar rahimahullah menukil dan menguatkan atsar-atsar dari beberapa Shahabat y yang menunjukkan tidak bolehnya penambahan ini, yaitu ‘Umar bin al-Khattab, putra beliau ‘Abdullah dan ‘Abdullah bin ‘Abbas y, mereka berkata: “Ucapan salam berakhir (dengan lafazh) wabarakaatuh[8].

– Adapun ketika menjawab/membalas salam maka hal ini disyariatkan, yaitu dengan menambahkan lafazh “…wa magfiratuh (dan pengampunan dari Allah)”. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih tentang perbuatan para Shahabat y ketika menjawab salam Rasulullah ﷺ.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanad beliau dalam “at-Tarikh al-kabir” (1/329-330), dari Zaid bin Arqam رضي الله عنه , beliau berkata: “Dulunya kami (para Shahabat y), jika Rasulullah ﷺ mengucapkan salam kepada kami, maka kami menjawab: wa’alaikas salaamu warahmatullahi wabarakaatuhu wa magfiratuh (dan bagimu keselamatan, rahmat, keberkahan dan pengampunan dari Allah)”.

Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Silsilatul ahaa-diitsish shahiihah” (3/433, no. 1449).

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 14 Dzulqa’dah 1437 H

Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] HR Abu Dawud (no. 5195), at-Tirmidzi (5/52) dan Ahmad (4/439), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Imam Ibnu Hajar dalam “Fathul Baari” (11/6) dan Syaikh al-Albani rahimahullah, serta dinyatakan hasan oleh Imam al-Baihaqi dalam “Syu’abul iman” (6/453) dan dibenarkan oleh Imam al-‘Iraqi dalam “Takhriiju ahaa-diitsil ihyaa’” (2/164).

[2] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/384).

[3] HR at-Tirmidzi (5/52) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Alabni rahimahullah dalam “ash-Shahiihah” (no. 1403).

[4] Lihat penjelasan Imam an-Nawawi rahimahullah dalam “Syarh shahih Muslim” (4/117).

[5] Kitab “Tafsir Ibni Katsir” (1/705).

[6] HR Abu Dawud (no. 5196).

[7] Kitab “al-Kaasyif” (1/470).

[8] Lihat kitab “Fathul Baari” (11/6).

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *