بسم الله الرحمن الرحيم
Keutamaan Memiliki Banyak Keturunan
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ المزني رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ »، وفي رواية: « إِنِّى مُكَاثِرٌ الأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه أبو داود والنسائي والحاكم وغيرهم
Dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiallahu ‘anhu dia berkata: Seorang lelaki pernah datang (menemui) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Sesungguhnya aku mendapatkan seorang perempuan yang memiliki kecantikan dan (berasal dari) keturunan yang terhormat, akan tetapi dia tidak bisa punya anak (mandul), apakah aku (boleh) menikahinya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak (boleh)”, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk kedua kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali melarangnya, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya jumlah kalian) dihadapan umat-umat lain – dalam riwayat lain: para Nabi ‘alaihimussalam[1] – (pada hari kiamat nanti)”[2].
Hadits ini menunjukkan dianjurkannya memperbanyak keturunan, yang ini termasuk tujuan utama pernikahan, dan dianjurkannya menikahi perempuan yang subur untuk tujuan tersebut[3]. Cukuplah hadits ini sebagai keutamaan bagi orang yang memperbanyak keturunannya dengan cara yang halal, karena dengan itu berarti dia berusaha untuk mewujudkan sesuatu yang diinginkan dan dibanggakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
– Yang dimaksud dengan keturunan dalam hadits ini adalah keturunan yang shaleh dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kebaikan shahabat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Anas radhiallahu ‘anhu berkata: Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa (meminta kepada Allah) segala kebaikan untukku, dan doa kebaikan untukku yang terakhir beliau ucapkan: “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya, serta berkahilah apa yang Engkau berikan kepadanya”. Anas berkata: Demi Allah, sungguh aku memiliki harta yang sangat banyak, dan sungguh anak dan cucuku saat ini (berjumlah) lebih dari seratus orang[4].
– Banyak anak bukan berarti banyak masalah, karena agama Islam tidak hanya menganjurkan memperbanyak keturunan, tapi juga menekankan kewajiban untuk mendidik keturunan dengan pendidikan yang bersumber dari petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).
– Bagi seorang perempuan yang masih gadis, kesuburannya diketahui dengan melihat keadaan keluarga (ibu dan saudara perempuan) atau kerabatnya[5].
– Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya merupakan argumentasi yang menunjukkan tercela perbuatan membatasi keturunan tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat, sebagaimana keterangan para ulama Ahlus sunnah, seperti syaikh Bin Baz, Shaleh al-Fauzan, Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin dan lain-lain.
– Adapun mengatur kehamilan untuk jangka waktu tertentu maka ini dibolehkan oleh para ulama, sebagaimana keterangan syaikh al-‘Utsaimin, dengan dua syarat:
1). Adanya kebutuhan (yang dibenarkan dalam syariat), seperti jika istri sakit (sehingga) tidak mampu menanggung kehamilan setiap tahun, atau (kondisi) tubuh istri yang kurus (lemah), atau penyakit-penyakit lain yang membahayakannya jika dia hamil setiap tahun.
2). Izin dari suami bagi istri (untuk mengatur kehamilan), karena suami mempunyai hak untuk mendapatkan dan (memperbanyak) keturunan[6].
– Semua hadits yang menunjukkan keutamaan membatasi keturunan, seperti hadits “Sebaik-baik kalian setelah dua ratus tahun mendatang adalah semua orang yang ringan punggungnya (tanggungannya); (yaitu) yang tidak memiliki istri dan anak”, dan yang semakna dengannya, semua hadits tersebut adalah hadits yang lemah bahkan beberapa diantaranya batil (palsu)[7]. Demikian pula hadits-hadits yang menunjukkan tercelanya memiliki keturunan, semuanya hadits palsu. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Hadits-hadits (yang menunjukkan) tercelanya (memiliki) anak semuanya dusta (hadits palsu) dari awal sampai akhir”[8].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 22 Dzulqo’dah 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel www. manisnyaiman.com
[1] HR Ahmad (3/158) dan Ibnu Hibban (no. 4028) dengan sanad yang hasan.
[2] HR Abu Dawud (no. 2050), an-Nasa-i (6/65) dan al-Hakim (2/176), dishahihkan oleh Ibnu Hibban (no. 4056- al-Ihsan), juga oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani.
[3] Lihat kitab “Zaadul ma’aad” (4/228), “Aadaabuz zifaaf” (hal. 60) dan “Khatharu tahdiidin nasl” (8/16- Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).
[4] HSR al-Bukhari (no. 6018) dan Muslim (no. 2481), lafazh ini yang terdapat dalam “Shahih Muslim”.
[5] Lihat kitab “‘Aunul Ma’buud” (6/33-34).
[6] Al fataawal muhimmah (1/159-160) no. (2764).
[7] Lihat kitab “al-Maudhuuaat” (2/281), “al-‘Ilal mutanaahiyah” (2/636) keduanya tulisan imam Ibnul Jauzi, dan “Silsilatul ahaaditsidh dha’iifah wal mudhuu’ah” (no. 3580).
[8] Kitab “al-Manaarul muniif” (no. 206).
Assalamu’alaikum ustadz
pertanyaan ana adalah bagaimana cara yang syar’i untuk mengatur jarak kehamilan (karena ana dan suami tidak mau menggunakan alat2 kontrasepsi), dan berapa maksimal jangka waktu yang dibolehkan? jazakallahu khair ustadz
hadis ini shahih g??
kan mandulnya bkn karena keinginan qt?