بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah bersabda: “Dua rakaat shalat dhuha (pahalanya) di sisi Allah sebanding dengan haji dan umrah yang diterima (di sisi Allah ).
Hadits ini dinisbatkan oleh imam as-Suyuthi[1] dan al-Muttaqi al-Hindi[2] kepada imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahani dalam kitab beliau “ats-Tsawaab”[3].
Imam Abu Mansur ad-Dailami dalam kitab beliau “Musnadul firdaus”[4] menukil hadits ini dari imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahani dengan sanad beliau dari Mu’alla bin Mahdi, dari Yusuf bin Maimun al-Hanafi, dari Ziyad bin Maimun, Anas bin Malik , dari Rasulullah .
Hadits ini adalah hadits yang sangat lemah atau bahkan palsu, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Ziyad bin Maimun al-Bashri ats-Tsaqafi, riwayat haditsnya sangat lemah, bahkan sebagian dari para imam Ahli hadits menuduhnya sebagai pendusta. Imam Yazid bin Harun berkata: “Aku meninggalkan hadits-hadits (yang diriwayatkan oleh) Ziyad bin Maimun, dialah adalah seorang pendusta, telah jelas bagiku kedustaannya”. Imam Abu Hatim ar-Raazi berkata: “Dikatakan bahwa dia adalah seorang pendusta, hadits-hadits (yang diriwayatkannya) ditinggalkan (karena kelemahannya yang fatal)”. Imam Abu Zur’ah ar-Raazi berkata: “(Riwayat) haditsnya sangat lemah”[5]. Imam al-Bukhari berkata: “Para ulama meninggalkan (hadits-hadits yang diriwayatkan)nya (karena kelemahannya yang fatal)”[6].
Kemudian juga ada perawi yang bernama Yusuf bin Maimun al-Hanafi, imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata tentangnya: “Dia adalah perawi yang lemah”[7].
Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh syaikh al-Albani[8].
Ada hadits lain yang semakna dengan hadits di atas, dikeluarkan oleh imam Ibnu Hibban[9] dengan sanad beliau dari al-Ahwash bin Hakiim asy-Syaami, dari Kahlid bin Ma’dan, dari Abdullah bin ‘Umar , dari Rasulullah .
Hadits ini juga adalah hadits yang sangat lemah, sebagaimana yang diisyaratkan oleh imam Ibnu Hibban[10], karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama al-Ahwash bin Hakiim asy-Syaami, dia adalah perwai yang sangat lemah. Imam Ibnu Hibban berkata: “Dia suka meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar (sangat lemah) dari perawi-perawi yang terkenal, dia selalu mencela Ali bin Abi Thalib , haditsnya ditinggalkan oleh (imam) Yahya bin Sa’id al-Qaththaan”[11]. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata tentangnya: “Hafalannya lemah”[12].
Kesimpulannya: hadits ini adalah hadits yang minimal derajatnya sangat lemah, sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi untuk menetapkan keutamaan shalat dhuha seperti yang tercantum dalam hadits ini.
Cukuplah bagi kita hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah yang menunjukkan besarnya keutamaan shalat dhuha, seperti sabda beliau tentang waktu shalt dhuha yang paling utama[13]: “Shalat al-Awwaabiin[14] (di waktu dhuha) adalah ketika anak-anak onta kepanasan (karena cahaya matahari)”[15].
Kota Kendari, 15 Rabi’ul awwal 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] Dalam kitab “al-Jaami’ush shagiir” (no. 3132- Dha’iiful jaami’’ush shagiir).
[2] Dalam kitab “Kanzul ‘ummaal” (no. 21491).
[3] Kitab ini belum dicetak bahkan termasuk kitab-kitab para ulama Islam yang belum ditemukan, wallahu a’lam.
[4] Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam “al-Gara-ibul multaqathah min musnadil firdaus” (no. 358 – Disertasi S2).
[5] Semua dinukil oleh imam Ibnu Abi Hatim ar-Raazi dalam kitab “al-Jarhu wat ta’diil” (3/544).
[6] Kitab “at-Taariikhul kabiir” (3/370).
[7] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 568).
[8] Dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (8/135, no. 3647).
[9] Dalam kitab “al-Majruuhiin” (1/176).
[10] Ibid.
[11] Kitab “al-Majruuhiin” (1/175).
[12] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 52).
[13] Lihat keterangan imam an-Nawawi dalam “Syarhu shahih Muslim” (6/30).
[14] Yaitu orang-orang yang selalu kembali kepada Allah U dengan selalu mentaati-Nya dan bertaubat dari perbuatan dosa. Lihat “Syarhu shahih Muslim” (6/30) dan “Bahjatun naazhiriin” (2/310).
[15] HSR Muslim (no. 748) dari Zaid bin Arqam t.
Jazakallahu khairan…