Hadits Palsu Tentang Tawassul

بسم الله الرحمن الرحيم

Hadits Palsu Tentang Tawassul

رُوِيَ عن النبي أنه قال: (( توسلوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم ))

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: “Bertawassullah[1] kalian (kepada Allah) dengan kedudukanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat agung”.

Hadits ini banyak disebarluaskan oleh orang-orang awam yang bodoh, padahal hadits ini adalah hadits yang palsu dan didustakan atas nama Rasulullah , bahkan tidak ada asal-usulnya dalam kitab-kitab hadits yang menjadi sandaran para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah.

Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafazh lain: “Jika kalian memohon kepada Allah maka memohonlah dengan kedudukanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat agung”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sebagian dari orang-orang yang bodoh meriwayatkan dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda… (lafazh hadits di atas). Hadits ini adalah dusta (palsu), tidak tercantum dalam satupun dari kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan sandaran oleh para ulama Ahli hadits, bahkan tidak ada seorangpun dari ulama Ahli hadits yang menyebutkannya”[2].

Di tempat lain beliau berkata: “Ini adalah hadits yang batil (rusak/palsu), tidak ada seorang ulamapun yang meriwayatkannya dan tidak tercantum dalam satupun dari kitab-kitab hadits”[3].

Penjelasan serupa tentang kepalsuan hadits ini juga disebutkan oleh imam Abul Fadhl al-Alusy[4], syaikh al-Albani[5], syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan[6], syaikh Muhammad bin Jamil Zainu[7] dan para ulama lainnya.

Syaikh al-Albani berkata: “Ini adalah hadits yang batil (rusak/palsu), tidak ada asal-usulnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits. Hadits ini diriwayatkan (disebarkan) oleh sebagian dari orang-orang yang jahil (bodoh) terhadap sunnah Rasulullah ”[8].

Dikarenakan hadits ini adalah hadits yang palsu, maka tidak bisa dijadikan sandaran dan argumentasi untuk membolehkan bertawassul dengan kedudukan (kemuliaan) nabi Muhammad , maupun orang-orang shaleh lainnya, bahkan ini termasuk perbuatan bid’ah dan dilarang keras oleh para ulama Ahlus sunnah. Lebih dari itu, jika disertai keyakinan yang rusak maka perbuatan ini bisa membawa kepada kesyirikan (menyekutukan Allah ).

Imam Abu Hanifah mengingkari dengan keras perbuatan ini dalam ucapan beliau: “Aku membenci (melarang) orang yang memohon kepada Allah kecuali dengan (nama-nama dan sifat-sifat)-Nya”[9].

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Tawassul ini adalah bid’ah dan bukan kesyirikan, karena memohon kepada Allah. Akan tetapi terkadang bisa membawa kepada kesyirikan, yaitu jika orang yang bertawassul itu berkeyakinan bahwa Allah butuh kepada perantara (untuk mengetahui permintaan makhluk-Nya) sebagaimana seorang pemimpin atau presiden (butuh kepada perantara), (maka ini termasuk syirik/kafir) karena telah menyerupakan (Allah ) Yang Maha Pencipta dengan makhluk-Nya, padahal Allah berfirman:

{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS asy-Syuura:11)[10].

Demikian pula termasuk tawassul yang dilarang keras dalam Islam, adalah Tawassul dengan orang yang sudah mati dan berdoa kepadanya selain Allah . Ini termasuk perbuatan syirik besar yang bisa menjadikan pelakunya keluar dari Islam. Allah U berfirman:

{وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ}

“Dan janganlah kamu menyeru (memohon) kepada sembahan-sembahan selain Allah yang tidak mampu memberikan manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik)” (QS Yuunus: 106).

Juga termasuk tawassul yang dilarang dalam Islam adalah tawassul dengan hak Rasulullah dan hak para wali Allah.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Tawassul ini tidak diperbolehkan (dalam Islam), karena tidak ada satu nukilanpun dari shahabat Rasulullah yang menjelaskan (kebolehannya). Imam Abu Hanifah dan dua orang murid utama beliau (Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani) membenci (mengharamkan) seseorang yang mengucapkan dalam doanya: “(Ya Allah), aku memohon kepada-Mu dengan hak si Fulan, atau dengan hak para Nabi dan Rasul-Mu u, atau dengan hak baitullah al-haram (ka’bah)”, atau yang semisal itu, karena tidak ada seorangpun yang mempunyai hak atas Allah (lihat kitab “Syarhul Ihya’)[11].

Orang-orang yang membolehkan tawassul yang terlarang ini berargumentasi dengan hadits-hadits Rasulullah , yang di antaranya ada yang shahih, tapi maknanya tidak seperti yang mereka pahami, dan sebagian besarnya adalah hadits-hadist yang sangat lemah dan palsu, seperti hadits di atas[12].

 

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

Kota Kendari, 6 DzulQa’dah 1435 H

Abdullah bin Taslim al-Buthoni

 

 

 

[1]Bertawassul kepada Allahartinya melakukan suatu amalan (shaleh) untuk mendekatkan diri kepada-Nya (lihat kitab “Lisaanul ‘Arab” (11/724).

[2] Majmuu’ul fataawa (1/319).

[3] Majmuu’ul fataawa (1/346).

[4] Dalam tafsir beliau “Ruuhul ma’aani” (6/127).

[5] Dalam kitab “at-Tawassulu, anwaa’uhu wa ahkaamuhu” (hal. 117).

[6] Dalam kitab “at-Tauhid” (hal. 96).

[7] Dalam kitab “Kaifa nafhamu at-tawassul” (hal. 12).

[8] Kitab “at-Tawassulu, anwaa’uhu wa ahkaamuhu” (hal. 117).

[9] Dinukil dan dikuatkan oleh syaikh al-Albani dalam kitab “at-Tawassulu, anwaa’uhu wa ahkaamuhu” (hal. 99).

[10]Kitab “Kaifa nafhamut tawassul” (hal. 13).

[11]Kitab “Kaifa nafhamut tawassul” (hal. 13).

[12] Lihat penjelasan rinci tentang hadits-hadits tersebut oleh syaikh al-Albani dalam kitab beliau “at-Tawassulu, anwaa’uhu wa ahkaamuhu” (hal. 102-133).

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *