رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ قَالَ: « مَنْ عَمَّرَ مَيْسَرَةَ الْمَسْجِدِ كُتِبَ لَهُ كِفْلاَنِ مِنَ الأَجْرِ »
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang memakmurkan (mengisi) sebelah kiri (shaf-shaf) masjid maka akan ditetapkan baginya dua bagian pahala”.
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (1/321, no. 1007) dan ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (11/292) dan “al-Mu’jamul ausath” (5/64, no. 4678), dengan sanad mereka berdua dari ‘Amr bin ‘Utsman al-Kilabi, dari ‘Ubaidullah bin ‘Amr ar-Raqqi, dari Laits bin Abi Sulaim, dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar رضي الله عنه , dari Rasulullah ﷺ .
Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Laits bin Abi Sulaim, riwayatnya ditinggalkan karena hafalannya yang sangat buruk[1]. Imam Ahmad berkata: “Laits bin Abi Sulaim hadits (riwayat)nya guncang (lemah)”. Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Dia lemah (riwayat haditsnya)”. Imam Abu Hatim ar-Razi dan Abu Zur’ah ar-Razi berkata: “Tidak perlu menyibukkan diri dengannya, hadits (riwayat)nya guncang”[2].
Hadits ini dihukumi sebagai hadits lemah oleh Imam al-‘Iraqi[3] dan Imam Ibnu Hajar[4]. Demikian juga al-Bushiri, beliau berkata: “Sanad hadits ini lemah, karena kelemahan Laits bin Abi Sulaim”[5].
Hadits ini juga dihukumi sebagai hadits lemah oleh Syaikh al-Albani[6], bahkan dinyatakan sebagai hadits palsu oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz[7].
Kelemahan hadits ini menjadikannya tidak bisa digunakan sebagai argumentasi dan sandaran untuk menetapkan keutamaan berdiri di shaf-shaf sebelah kiri Imam ketika shalat berjama’ah.
Bahkan ini bertentangan dengan dalil yang shahih tentang keutamaan shaf sebelah kanan. Dari al-Bara’ bin ‘Azib رضي الله عنه dia berkata: “Kami (para Shahabat y) ketika shalat (berjama’ah) di belakang Rasulullah ﷺ maka kami menyukai (berdiri) di sebelah kanan beliau ﷺ …”[8].
Hadits ini menunjukkan keutamaan berdiri di shaf kanan, karena ini perbuatan yang disukai oleh para Shahabat, dan mereka tidaklah menyukai sesuatu kecuali karena hal itu dicintai oleh Allah ﷻ dan Rasul-Nya[9].
Adapun hadits yang populer tentang keutamaan shaf kanan, yang redaksinya: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang yang berdiri di) shaf-shaf sebelah kanan” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain), maka hadits ini adalah hadits yang ganjil (lemah), karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mu’awiyah bin Hisyam, ada kelemahan dalam riwayatnya[10] dan dalam hadits ini dia menyelisihi rawi-rawi yang lebih tsiqah (terpercaya dan kuat)[11].
Maka kesimpulan urutan keutamaan dalam shaf shalat berjamaah adalah sebagai berikut:
– yang paling utama adalah yang berdiri persisi di belakang Imam shalat berjama’ah dan ini adalah tempat yang dikhususkan untuk orang-orang yang berilmu dan bisa menggantikan Imam ketika dibutuhkan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Hendaknya berdiri (persis) di belakangku orang-orang yang berpikiran matang dan berilmu”[12].
– kemudian shaf pertama sebelah kanan yang terdekat dengan imam, berdasarkan dalil shahih di atas[13]. Selanjutnya shaf pertama sebelah kiri yang terdekat dengan imam, dan demikian seterusnya.
– selanjutnya shaf kedua, ketiga dan seterusnya mengikuti shaf yang pertama.
Maka mengisi shaf yang paling utama setelah orang yang berdiri di belakang Imam shalat adalah yang sebelah kanan, kemudian sebelah kiri dan seterusnya, agar menjadikan shaf benar-benar lurus, rapi dan rapat, sebagimana yang diperintahkan dalam banyak hadits yang shahih.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Sunnah Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa (shaf sebelah) kanan lebih utama daripada (shaf sebelah) kiri, ketika shaf seimbang dan rata, adapun ketika (shaf) jauh (dari seimbang) maka sunnah Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa (shaf sebelah) kiri yang lebih dekat (ke arah Imam shalat) lebih utama[14].
Di tempat lain, beliau berkata: “(Shaf sebelah) kanan tentu lebih utama jika (shaf) seimbang denga sebelah kiri, adapun jika (shaf sebelah) kiri lebih dekat ke (arah) Imam dengan perbedaan yang jelas maka (shaf sebelah) kiri lebih utama”[15].
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat untuk menjadikan shalat berjama’ah kita meraih keutamaan yang sempurna di sisi Allah ﷻ pada hari kiamat kelak, aamiin.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 8 Rabi’ul awwal 1437 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] Lihat kitab “Tahdziibut tahdziib” (8/418) dan “Taqriibut tahdziib” (hlmn 464).
[2] Semua dinukil oleh Imam al-Mizzi dalam kitab “Tahdziibul kamaal” (24/282-286).
[3] Dalam “Takhriiju ahaadiitsil ihyaa’” (1/147- al-Maktabah asy-syaamilah, al-ishdar al-awwal).
[4] Dalam kitab “Fathul Baari” (2/213).
[5] Kitab “Mishbaahuz zujaajah” (1/340).
[6] Dalam kitab “Dha’iiful jaami’ish shagiir” (no. 5709).
[7] Dalam “Fataawa Syaikh Ibni Baaz” (1/61).
[8] HSR Muslim (no. 709).
[9] Lihat keterangan Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab “Bahjatun naazhiriin” (2/288).
[10] Lihat keterangan Imam Ibnu Hajar dalam kitab “Taqriibut tahdziib” (hlmn 538).
[11] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (2/287) dan “Tamaamul minnah” (hlmn 288).
[12] HSR Muslim (no. 432).
[13] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (2/288).
[14] Kitab “asy-Syarhul mumti’” (2/362).
[15] “Majmuu’l fataawa wa rasaa-il asy-Syaikh Ibni ‘Utsaimiin” (13/29).