عن أبي هريرة قال: قال رسول الله : ((زَوِّدوا موتاكم لا إله إلا الله))
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Bekalilah orang yang meninggal dunia dari kalian dengan (kalimat) laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah)”.
Hadits ini dinisbatkan oleh imam as-Suyuthi[1] dan al-Muttaqi al-Hindi[2] kepada imam al-Hakim dalam kitab “at-Taarikh” karya beliau.
Imam Abu Mansur ad-Dailami dalam kitab beliau “Musnadul firdaus”[3] meriwayatkan hadits ini dengan sanad beliau dari jalur imam al-Hakim, dari jalur Ma’an bin ‘Isa, dari Yazid bin ‘Abdil Malik, dari Yazid bin Ruman, dari bapaknya, dari Abu Hurairah .
Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Yazid bin ‘Abdil Malik an-Naufali, imam Ahmad berkata tentangnya: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah, dia meriwayatkan hadits-hadist yang mungkar (lemah)”. Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah”. Imam Abu Hatim ar-Razi berkata: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah, (riwayat) haditsnya sangat diingkari”. Imam an-Nasa-i berkata: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal)”[4]. Imam Ibnu Hajr berkata: “(Riwayat haditsnya) lemah”[5].
Hadits ini dihukumi sebagai hadits yang lemah oleh syaikh al-Albani[6].
Kedudukan hadits ini yang lemah menjadikannya sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil/argumentasi untuk menetapkan keutamaan melakukan tahlilan untuk orang yang meninggal dunia. Di samping itu, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang justru menegaskan bahwa seorang manusia yang telah meninggal dunia, maka terhentilah amal perbuatannya dan terputuslah aliran pahala untuknya, kecuali amal-amal yang diusahakannya selama hidupnya di dunia. Allah U berfirman:
{أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى}
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang diusahakannya” (QS an-Najm: 38-39).
Dalam hadits yang shahih, Rasulullah bersabda: “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya”[7].
Bahkan hadits-hadits shahih dari Rasulullah menjelaskan bahwa kalimat syahadat laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah) dan Muhammadur Rasulullahí’ (Nabi Muhammad adalah rasul/utusan Allah)[8] dianjurkan untuk diucapkan oleh seorang muslim sebelum meninggal dunia dan menjadikan kalimat tersebut sebagai akhir dari ucapannya sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. Ini juga termasuk ciri utama orang yang meraih husnul khatimah (meninggal dunia di atas kebaikan)[9].
Dari Mu’adz bin Jabal dia berkata: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang ucapan terakhirnya (sebelum meninggal dunia) kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah) maka dia akan masuk surga”[10].
Oleh karena itu, dianjurkan bagi seorang muslim untuk menuntun orang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat ini, agar itu menjadi akhir ucapannya[11], sebagaimana sabda Rasulullah : “Tuntunlah orang yang akan meninggal dunia di antara kalian (untuk mengucapkan kalimat) ‘Laa ilaaha illallah’ (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah)”[12].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
KotaKendari, 14 Jumadal Akhir 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] Dalam kitab “al-Jaami’ush shagiir” (no. 3179- Dha’iiful jaami’’ush shagiir).
[2] Dalam kitab “Kanzul ‘ummaal” (no. 42579).
[3] Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam “al-Gara-ibul multaqathah min musnadil firdaus” (no. 382 – Disertasi S2).
[4] Semua dinukil oleh imam al-Mizzi dalam “tahdziibul kamaal” (32/199).
[5] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 559).
[6] Dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (8/149, no. 3670).
[7] HSR Muslim (no. 1631).
[8] Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (8/267).
[9] Lihat kitab “Ahkaamul jana-iz” (hal. 48).
[10] HR Abu Dawud (no. 3116), Ahmad (5/247) dan al-Hakim (1/503), dinyatakan shahih oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, dan dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani karena dikuatkan dari jalur dan riwayat lain. Lihat kitab “Irwa-ul galiil” (3/150).
[11] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (4/45) dan “Bahjatun naazhiriin” (2/171).
[12] HSR Muslim (no. 916 dan 917).
Sayang sekali banyak masyarakat awam yang belum tahu tentang hal ini. Kalaupun sudah tahu, mereka lebih cenderung untuk mengikuti tokoh-tokohnya tanpa menyelidiki hujjah/dalil nya. Wallahu waliyyuttaufiq.
Tujuannya Tahlilan ‘kan mendoakan si mayit apa salahnya?
kalau anda tidak mengerjakan ya berarrti anda tergolong orang pelit.. pelit doa karena tidak mau mendoakan sesama muslim…
nih lebih jelasnya….
http://t.co/KrQJMIoQbN
Nabi memiliki beberapa anak, yang anak laki2 semua
meninggal sewaktu masih kecil. Anak-anak perempuan
beliau ada 4 termasuk Fatimah, hidup sampai
dewasa.
Ketika Nabi masih hidup, putra-putri beliau yg
meninggal tidak satupun di TAHLIL i, kl di do’akan
sudah pasti, karena mendo’akan orang tua,
mendo’akan anak, mendo’akan sesama muslim amalan
yg sangat mulia.
Ketika NABI wafat, tdk satu sahabatpun yg TAHLILAN
untuk NABI,
Fatimah tdk mengadakan TAHLIL an, padahal Fatimah
putrinya yg paling dicintai Nabi..
Apakah Fatimah durhaka..???
Apakah Nabi dianggap HEWAN..???? (kata sdr sebelah)
Para sahabat Utama masih lengkap.., masih hidup..
ABU BAKAR adalah mertua NABI,
UMAR bin KHOTOB mertua NABI,
UTSMAN bin AFFAN menantu NABI 2 kali malahan,
ALI bin ABI THOLIB menantu NABI.
Apakah para sahabat BODOH….,
Apakah para sahabat menganggap NABI hewan….
(menurut kalimat sdr sebelah)
Apakah Utsman menantu yg durhaka.., mertua
meninggal gk di TAHLIL kan…
Apakah Ali bin Abi Tholib durhaka.., mertua
meninggal gk di TAHLIL kan….
Apakah mereka LUPA ada amalan yg sangat baik,
yaitu TAHLIL an koq NABI wafat tdk di TAHLIL i..
Saudaraku semua…, sesama MUSLIM…
saya dulu suka TAHLIL an, tetapi sekarang tdk
pernah sy lakukan. Tetapi sy tdk pernah mengatakan
mereka yg tahlilan berati begini.. begitu dll.
Para tetangga awalnya kaget, beberapa dr mereka
berkata:” sak niki koq mboten nate ngrawuhi
TAHLILAN Gus..”
sy jawab dengan baik:”Kanjeng Nabi soho putro
putrinipun sedo nggih mboten di TAHLILI, tapi di
dongak ne, pas bar sholat, pas nganggur leyeh2,
lan sakben wedal sak saget e…? Jenengan Tahlilan
monggo…, sing penting ikhlas.., pun ngarep2
daharan e…”
mereka menjawab: “nggih Gus…”.
sy pernah bincang-bincang dg kyai di kampung saya,
sy tanya, apa sebenarnya hukum TAHLIL an..?
Dia jawab Sunnah.., tdk wajib.
sy tanya lagi, apakah sdh pernah disampaikan
kepada msyarakat, bahwa TAHLILAN sunnah, tdk
wajib…??
dia jawab gk berani menyampaikan…, takut timbul
masalah…
setelah bincang2 lama, sy katakan.., Jenengan
tetap TAHLIl an silahkan, tp cobak saja
disampaikan hukum asli TAHLIL an…, sehingga
nanti kita di akhirat tdk dianggap menyembunyikan
ILMU, karena takut kehilangan anggota.., wibawa
dll.
Untuk para Kyai…, sy yg miskin ilmu ini,
berharap besar pada Jenengan semua…., TAHLIL an
silahkan kl menurut Jenengan itu baik, tp sholat
santri harus dinomor satukan..
sy sering kunjung2 ke MASJID yg ada pondoknya.
tentu sebagai musafir saja, rata2 sholat jama’ah
nya menyedihkan.
shaf nya gk rapat, antar jama’ah berjauhan, dan
Imam rata2 gk peduli.
selama sy kunjung2 ke Masjid2 yg ada pondoknya,
Imam datang langsung Takbir, gk peduli tentang
shaf…
Untuk saudara2 salafi…, jangan terlalu keras
dalam berpendapat…
dari kenyataan yg sy liat, saudara2 salfi memang
lebih konsisten.., terutama dalam sholat.., wabil
khusus sholat jama’ah…
tapi bukan berati kita meremehkan yg lain.., kita
do’akan saja yg baik…
siapa tau Alloh SWT memahamkan sudara2 kita kepada
sunnah shahihah dengan lantaran Do’a kita….
demikian uneg2 saya, mohon maaf kl ada yg tdk
berkenan…
semoga Alloh membawa Ummat Islam ini kembali ke
jaman kejayaan Islam di jaman Nabi…, jaman
Sahabat.., Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
Amin ya Robbal Alamin