بسم الله الرحمن الرحيم
BERSEDEKAH DI JALAN ALLAH TIDAK MENGURANGI HARTA
Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah dan ucapan yang paling bermanfaat adalah ucapan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang shahih dari Rasulullah yang merupakan wahyu Allah . Allah berfirman:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS asy-Syuura: 52).
Kisah berikut ini patut menjadi renungan bagi orang-orang yang beriman tentang keutamaan bersedekah di jalan Allah :
Dari ‘Aisyah bahwa keluarga Rasulullah pernah menyembelih seekor kambing, kemudian disedekahkan kepada orang-orang miskin, lalu Rasulullah bertanya: “Apa yang tersisa dari (daging) kambing tersebut?”. ‘Aisyah menjawab: “Tidak ada yang tersisa/tertinggal darinya kecuali (bagian) bahu (dari) kambing tersebut”. Maka Rasulullah bersabda: “(Itu berarti) semua (daging) kambing tersebut tertinggal (tetap dan kekal pahalanya) kecuali (bagian) bahunya”[1].
Renungkanlah nasehat agung dari Nabi yang mulia ini! Bagaimana beliau menjadikan harta yang disedekahkan di jalan Allah itulah yang kekal dan menetap pahala kebaikannya bagi manusia, meskipun secara kasat mata harta tersebut berkurang. Ini merupakan penjabaran makna firman-Nya:
{مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ}
“Apa saja yang ada di sisimu (wahai manusia) akan habis, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal” (QS an-Nahl: 96)[2].
Pada saat orientasi pandangan mayoritas manusia hanya terbatas pada perkara-perkara lahir yang nampak dalam pandangan mereka, sebagai akibat dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan terhadapa dunia dalam diri mereka. Allah berfirman:
{يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS ar-Ruum:7).
Oleh karena itu, mereka menilai dengan pemikiran materialistis bahwa sedekah dan infak akn mengurangi bahkan menghabiskan harta. Mereka lupa bahwa Allah yang di tangan-Nyalah segala perbendaharaan langit dan bumi berfirman:
{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ}
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS Sabaa’:39).
Makna firman-Nya “Allah akan menggantinya” yaitu dengan keberkahan harta di dunia dan pahala yang besar di akhirat[3].
Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda:
«مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ»
“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan, serta tidaklah seseorang merendahkan diri di (hadapan) Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya”[4].
Arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” adalah dengan tambahan keberkahan yang Allah jadikan pada harta dan terhindarnya harta dari hal-hal yang akan merusaknya di dunia, juga dengan didapatkannya pahala dan tambahan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah di akhirat kelak, meskipun harta tersebut berkurang secara kasat mata”[5].
Perlu diingatkan di sini bahwa arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” bukanlah seperti anggapan orang-orang yang bodoh bahwa harta yang disedekahkan akan langsung diganti dengan jumlah yang lebih besar di dunia. Anggapan seperti ini timbul dari sifat cinta dunia yang berlebihan, sehingga menjadikan orang yang memiliki anggapan ini tidak segan-segan menjadikan amal ketaatan sebagai tunggangan untuk meraih ambisi duniawi dan keinginan hawa nafsu, na’uudzu billahi min dzaalik.
Maka arti yang benar dari hadits di atas adalah tambahan keberkahan harta di dunia dan ganjaran pahala yang berlipat ganda di akhirat nanti.
Cukuplah ini sebagai motivasi bagi orang-orang yang beriman yang meyakini perkara yang gaib (tidak tampak di mata mereka), berupa balasan kebaikan di surga dan ancaman siksa neraka di akhirat kelak.
Inilah salah satu sifat utama orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah , sebagaimana firman-Nya:
{الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْب وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون. وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ. أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
“(Orang-orang yang bertakwa yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah orang-orang yang beruntung” (QS al-Baqarah: 3-5).
Rasulullah mengisyaratkan makna ini dalam sabda beliau: “Lindungilah (dirimu) dari (siksa) Neraka (dengan bersedekah) walaupun (hanya) dengan sepotong kurma, kalau kamu tidak mendapati sepotong kurma maka dengan kalimat (perkataan) yang baik”[6].
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi dalam kebaikan bagi semua orang yang membacanya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 15 Syawwal 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] HR at-Tirmidzi (no. 2470) , dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.
[2] Lihat kitab ”Tuhfatul ahwadzi” (7/142).
[3] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (3/713).
[4] HSR Muslim (no. 2588).
[5] Lihat kitab “Syarhu shahihi Muslim” (16/141) dan “Faidhul Qadiir” (5/503).
[6] HSR al-Bukhari (no. 1351) dan Muslim (no. 1016).
setuju gan