Al-Fattaah, Maha Pembuka Kebaikan dan Pemberi Keputusan

بسم الله الرحمن الرحيم


 

Dasar Penetapan

Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha indah ini disebutkan dalam firman-Nya,

قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Katakanlah, ‘Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Saba’: 26).

Juga diisyaratkan dalam firman-Nya,

وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakal. Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya” (QS. Al-A’raf: 89).

Berdasarkan ayat di atas, para ulama menetapkan nama al-Fattaah sebagai salah satu dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha indah, seperti Imam Ibnul Atsir[1], Ibnu Qayyim al-Jauziyyah[2], Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di[3], Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin[4], dan lain-lain.

Makna Al-Fattaah secara bahasa

Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata yang benar dari nama ini menunjukkan makna lawan dari kata “menutup”, kemudian dari asal makna ini diambil makna-makna yang lain dari kata ini, seperti menghukumi (memutuskan), kemenangan, dan kesuksesan.[5]

Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa nama ini secara bahasa berarti Al-hakim (yang memutuskan hukum).[6]

Ibnul Atsir berkata, “(Arti nama Allah) Al-Fattaah adalah Yang Membuka pintu-pintu rezeki dan rahmat bagi hamba-hamba-Nya. Ada juga yang mengatakan (artinya), ‘Yang Maha Memberi hukum di antara hamba-hamba-Nya'”.[7]

Penjabaran makna nama Allah Al-Fattaah

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari ketika menafsirkan firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Saba’: 26).

Beliau berkata, “Allah (Dialah) Yang Maha pemberi keputusan hukum lagi Maha Mengetahui hukum (yang tepat dan adil) di antara hamba-hamba-Nya, karena tiada sesuatu pun (dari keadaan mereka) yang tersembunyi di hadapan-Nya, dan Dia tidak membutuhkan saksi untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.”[8]\

Maka makna Al-Fattaah adalah Yang Maha Memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Nya dengan hukum-hukum dalam syariat-Nya, dan hukum-hukum (ketetapan-ketetapan) dalam takdir-Nya, serta hukum-hukum al-jazaa’ (balasan amal perbuatan yang baik dan buruk), Yang Maha Membuka mata hati orang-orang yang jujur (benar) dengan kelembutan-Nya, Membuka pintu hati mereka untuk mengenal, mencintai dan selalu kembali (bertobat) kepada-Nya, Membuka pintu-pintu rahmat-Nya dan berbagai macam rezeki, serta memudahkan bagi mereka sebab-sebab untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Allah berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh-Nya maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (QS. Fathir: 2).[9]

Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan dengan lebih terperinci makna nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung ini. Beliau berkata, “Al-Fattaah mempunyai dua arti:

Yang pertama, kembali kepada arti al-hukmu (menghukumi/ memutuskan), (yaitu) yang memutuskan dan menetapkan hukum bagi hamba-hamba-Nya dengan syariat-Nya, serta memutuskan perkara mereka dengan memberi ganjaran pahala bagi orang-orang yang menaati-Nya serta siksaan bagi orang-orang yang berbuat maksiat, di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Katakanlah, ‘Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Saba’: 26).

Juga firman-Nya,

رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Wahai Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil), dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.‘ (QS. Al-A’raf: 89).

Maka, ayat pertama (menunjukkan makna) keputusan (hukum)-Nya bagi hamba-hamba-Nya pada hari kiamat, sedangkan ayat kedua (mengandung makna bahwa keputusan/hukum-Nya) di dunia dengan menolong/ memuliakan kebenaran dan penganutnya, serta merendahkan kebatilan dan penganutnya, dan menimpakan berbagai macam siksaan kepada mereka.

Arti yang kedua, Dialah yang membuka semua pintu-pintu kebaikan bagi hamba-hamba-Nya, (sebagaimana) firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya.” (QS. Fathir: 2).

Dia-lah yang membuka (pintu-pintu) manfaat dunia dan agama bagi hamba-hamba-Nya, dengan membuka hati-hati yang terkunci dari orang-orang yang dipilih-Nya di antara mereka dengan kelembutan dan perhatian-Nya, dan menghiasi hati mereka dengan pengetahuan tentang ketuhanan (tauhid dan pemahaman yang benar terhadap nama-nama yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna) dan hakikat keimanan (kepada-Nya), yang (semua itu) memperbaiki (meyempurnakan) keadaan (agama) mereka dan menjadikan mereka istiqamah (tetap tegar) di atas jalan yang lurus.

Lebih khusus dari semua itu, sesungguhnya Allah membukakan bagi orang-orang yang mencintai-Nya dan selalu menghadapkan diri kepada-Nya pengetahuan tentang ketuhanan (tauhid dan pemahaman yang benar terhadap nama-nama yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), keadaan rohani, cahaya (hati) yang terang, serta pemahaman dan perasaan yang benar (terhdap agama-Nya).

Dia juga yang membuka bagi hamba-hamba-Nya pintu-pintu rezeki dan sebab-sebab untuk mendapatkannya. Dia menyediakan rezeki dan sebab-sebab memperolehnya tanpa disangka-sangka bagi orang-orang yang bertakwa, Dia menganugerahkan kepada orang-orang yang bertawakal (berserah diri kepada-Nya) lebih dari apa yang mereka minta dan harapkan, memudahkan bagi mereka (mengatasi) semua urusan yang sulit, dan membukakan pintu-pintu (pemecahan masalah) yang tertutup.”[10]

Berdasarkan penjabaran makna nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha indah ini, kita mengetahui rahasia mengapa banyak dari para ulama yang memberi judul karya tulis mereka dengan sifat Allah al-fath[11], karena mereka memperhatikan makna nama yang agung ini, yang dengan itu mereka berharap Allah akan membukakan pintu-pintu ilmu yang bermanfaat bagi mereka dan memudahkan pemahaman yang benar dari ilmu yang mereka sampaikan kepada umat ini.[12]

Pembagian sifat al-fath (maha memutuskan/ menghukumi) milik Allah Subhanahu wa Ta’ala

Imam Ibnul Qayyim berkata,[13]

Demikian pula al-Fattaah termasuk nama-nama-Nya (yang maha indah)

Dan al-fath dalam sifat-sifat-Nya ada dua macam:

Al-fath (yang berarti) menetapkan hukum, yaitu syariat Allah

Dan al-fath (yang berarti menetapkan) ketentuan takdir, ini al-fath kedua

Ar-Rabb (Allah ‘Azza wa Jalla) Maha Pemberi keputusan dengan dua arti ini

Dengan keadilan dan kebaikan dari Ar-Rahman (Yang Maha luas rahmat-Nya)

Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di ketika menjelaskan bait-bait syair di atas. Beliau berkata, “Al-Fattaah adalah Al­-Hakam (Maha Penentu hukum), Al-Muhsin (Maha Pemberi kebaikan), dan Al-Jawwaad (Maha Pemurah). Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu al-fath, ada dua macam. Yang pertama, (sifat) al-fath (yang berarti memutuskan) hukum dalam agama dan hukum ganjaran (amal perbuatan manusia).

Yang kedua, Dia Maha menentukan hukum (ketetapan) takdir (bagi seluruh makhluk-Nya).

Maka, (sifat) al-fath (memutuskan) hukum dalam agama adalah (ketentuan) syariat-Nya (yang disampaikan-Nya) melalui lisan para Rasul-Nya, (yang berisi) semua perkara yang dibutuhkan oleh hamba-hamba-Nya (untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla), dan untuk tetap istiqamah (tegar) di atas jalan yang lurus. Adapun (sifat) al-fath dalam hukum ganjaran (amal perbuatan manusia) adalah keputusan (hukum-Nya) terhadap para Nabi ‘alaihimus salam dan para penentang (dakwah) mereka, serta terhadap hamba-hamba yang dicintai-Nya dan musuh-musuh mereka, dengan memuliakan dan menyelamatkan para Nabi ‘alaihimus salam serta pengikut mereka, dan menghinakan serta menyiksa musuh-musuh mereka. Demikian pula keputusan dan hukum-Nya pada hari kiamat terhadap semua makhluk ketika ditunaikan (balasan) amal perbuatan semua manusia.

Adapun (yang kedua), menentukan ketetapan takdir (bagi seluruh makhluk-Nya) adalah (semua) ketetapan takdir (yang diberlakukan-Nya) terhadap semua hamba-Nya, berupa kebaikan dan keburukan, manfaat dan celaka, serta pemberian dan penghalangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِه وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُِ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh-Nya maka tidak ada seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2).

Maka Ar-Rabb (Allah Subhanahu wa Ta’ala)  adalah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui, Dia membukakan bagi hamba-hamba-Nya yang taat perbendaharaan anugerah dan kebaikan-Nya, serta membukakan bagi musuh-musuh-Nya kebalikan dari itu, semua itu dengan keutamaan (rahmat) dan keadilan-Nya.”[14]

Pengaruh positif dan manfaat mengimani nama Allah Al-Fattaah

Keimanan yang benar terhadap nama-Nya yang maha agung ini akan menjadikan seorang hamba selalu menghadapkan diri dan berdoa kepada-Nya semata-mata agar Dia membukakan baginya pintu-pintu taufik, rezeki yang halal dan rahmat-Nya, serta melapangkan dadanya untuk menerima segala kebaikan dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Maka, apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 22).

Imam Al-Qurthubi berkata, “Pembukaan (pintu-pintu kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan kelapangan dada (untuk menerima kebaikan Islam) ini tidak ada batasnya (sangat luas), yang masing-masing dari orang-orang beriman mendapatkan bagian darinya. Bagian yang paling besar didapatkan oleh para Nabi ‘alaihimus salam, kemudian setelah mereka adalah para wali (kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala), kemudian para ulama, lalu orang-orang awam dari kalangan kaum mukminin, dan hanya orang-orang kafir yang tidak diberi bagian darinya oleh Allah.”[15]

Termasuk dalam pengertian memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-Nya yang mulia ini, doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk dan keluar dari masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian masuk ke masjid, maka hendaknya dia mengucapkan (doa),

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

‘Ya Allah, bukakalah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu.’

Dan jika dia keluar (dari mesjid) hendaknya dia mengucapkan (doa),

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu (anugerah) kebaikan dari-Mu.”[16]

Maka rahmat, kemuliaan dan kebaikan seluruhnya ada di tangan Allah, Dia membukakan (pintu-pintu kebaikan) dan memudahkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan semua ini termasuk pengaruh positif dan konsekuensi mengimani nama-nya yang mulia ini.[17]

 

Penutup

Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua untuk semakin bersungguh-sungguh dalam mengusahakan kesempurnaan iman kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla, serta banyak berdoa memohon kepada-Nya agar Dia membuka pintu-pintu rahmat kebaikan-Nya bagi kita, dengan menyebut nama-Nya Al-Fattaah.

Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia memudahkan bagi kita untuk meraih semua kebaikan dan kedudukan mulia dalam agama-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pembuka pintu-pintu kebaikan lagi Maha Mengetahui.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 8 Dzulqa’dah 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A
Artikel www.Manisnyaiman.com


[1] Dalam kitab An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar: 3/771.

[2] Dalam syair beliau An-Nuniyyah (kitab Al-Haqqul Wadhihul Mubin, hlm. 44.

[3] Dalam kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 67.

[4] Dalam kitab Al-Qawa’idul Mutsla, hlm. 41.

[5] Kitab Mu’jamu Maqayisil Lughah: 4/375.

[6] Kitab Al-Qamus Al-Muhith, hlm. 298.

[7] Kitab An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar: 3/771.

[8] Kitab Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an: 20/405.

[9] Keterangan Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di dalam kitab Taisirul Karimir Rahman, hal. 947.

[10] Kitab Fathur Rahimil Malikil ‘Allam, hlm. 48.

[11] Seperti kitab Fathul Bari karya Imam Ibnu Rajab, juga karya Ibnu Hajar, kitab Fathul Qadiir karya Imam Asy-Syaukani, kitab Fathul Majid karya Syekh Abdur Rahman bin Hasan, kitab Fathu Rabbil Bariyyah karya Syekh Muhammad Al-‘Utsaimin, dan lain-lain.

[12] Lihat catatan kaki kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 123.

[13] Dalam syair beliau An-Nuniyyah (kitab Al-Haqqul Wadhihul Mubin, hlm. 44.

[14] Kitab Al-Haqqul Wadhihul Mubin, hlm. 44–45.

[15] Dinukil oleh Syekh Abdur Razzaq al-Badr dalam kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 125.

[16] Hadits shahih riwayat Muslim, no. 713).

[17] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 124–125.

2 comments

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *